Palestinian’s Destiny= “Bug’s Life” Destiny?

Do you know one Pixar’s animated film entitled “Bug’s Life?” I am so impressed with this film and I think its phylosophy can be “associated” with Palestinian’s recent destiny. In that film  Hopper’s characteristics are very similar to those of Israeli who is “riding” on America’s  power. The cruel, agressive, boastful and graceless Hopper  is the leader of all grasshoppers community who are used to colonialize and torture the ant’s community.

We see how Hopper mobilizes his community to frighten and terror ant’s community though some of his community do not agree with his authority and decisions he makes. Hopper always regards that ants as tiny living creatures that can be colonialized forever. He does not realize that there is a figure like Flix which can awake his tortured community through his struggle.

If we reflect this story to the recent Palestina condition let me symbolize the figure of Flix as struglers or Mujahid of Palestinians who are brave to fight againts the hegemony of Israeli-America , though his Royal leaders do not support even tease him for his sincere effort.

We see how finally Flix can lit the spirit of strugle throughout the ants community and influence the Leaders to gather all of their community and mobilize it to fight againts the terrorists.

And finally by the unity of all ants community the boastful Hopper’s reign can be swept away by the ants.

I hope Moslems that I symbolize here as “the ants” will be able to gather all of  their power and unity to fight againts the boastful “Hopper like-Israel-America” through their sincere Jihad.

Although how strong and powerful Israel-America now is, but remember that there always be the chances for “Flix-like Mujahid “and all of Moslems power throughout the world that will always strive againts unjustice of the real terrorists: America and Israel!

I hope the winning moment of the “Ants” will come soon and “Hopper’s cruel colonization” on the Holly land will end. Amin.

“Huwalladzii arsala rosuulahu bil huda wa diinil haq liyudzhirohuu ‘alad diini kullih walaukarihal musyrikuun”.

wallohu a’lam bis showaab.

Terompet dan Tahun Baru

“Mi, belikan terompet, Mi…..murah, kok!”, rengek ankku di sebuah sore ketika kami melintasi deretan para penjual terompet musiman akhir tahun. Yah, memang di samping kembang api dan bising suara motor yang dibuka knalpotnya, terompet termasuk salah satu “benda” paling ngetop di akhir tahun.
Kupegang pundak anakku dan kutatap matanya dengan penuh kasih, dan mulailah sebuah kisah meluncur dari bibirku.
Alkisah ketika para sahabat mengusulkan cara untuk memanggil mereka berkumpul untuk mengerjakan sholat di masjid, di antara mereka ada yang mengusulkan suara loncenga, tembakan api dan juga terompet sebagai tanda masuknya waktu sholat. Namun Rosululloh menolaknya dan mengatakan bahwa itu semua merupakan adat istiadat orang-orang Nasrani, Yahudi dan Majusi. Hingga akhirnya Rosul memilih Bilal untuk mengumandangkan Adzan sebagai penanda masuknya waktu sholat.
Apa yang salah dengan lonceng, terompet dan api?api?
Ternyata Rosul mengajak kita untuk mellihat sesuatu lebih dari sekedar dzohirnya saja, namun lebih dari itu nilai dari sesuatu itulah yang harusnya lebih menjadi perhatian kita. Benda-benda yang diusulkan para sahabat tadi merupakan representasi budaya, ciri khas dan pencitraan dari akidah para pemeluknya, sehingga Rosul ingin menekankan bahwa kita sebagi umat Islam harus mempunyai kepribadian yang khusus yang menandai bedanya budaya, gaya hidup dan yang paling utama adalah akidah kita.
Seorang Muslim hendaknya selalu jeli melihat simbol-simbol budaya yang senantiasa ditawarkan kepada kita, mencari tahu historis dan nilai makna darinya.
Namun, bila kita lihat dewasa ini begitu banyak “lonceng-lonceng, terompet-terompet dan berbagai jenis api” berupa gaya hidup dan produk budaya yang tanpa reserve ditelan mentah-mentah oleh kaum Muslimin.
Bunyi terompet yang ditiup bersamaan pada jam 12 malam dan ramainya klub-klub hiburan, hotel-hotel dan tempat-tempat hiburan dengan berbagai acaranya hanyalah bagian kecil dari “sosialisasi” mereka untuk menhapus atau setidaknya mengkaburkan identitas kita sebagai Muslim.
Sepertinya kita para pendakwah dan pendidik ini sudah harus siap lagi menghadapi even terdekat berupa “Valentine’s Day” yang merupakan “terompet” selanjutnya yang menggoda generasi kita.
“Man tasabbaha bi qoumin fahuwa minhum!”
“Barangsiapa meniru-niru adat suatu kaum, maka ibaratnya mereka itu adalah bagian dari mereka”
Jadi, masihkah suara terompet itu berarti untuk kita? Teeeet…teeeet….teeeeet!????
Wallohu a’lam bis showab.

Mother’s day Surprise

On the 22 of Descember I got a surprising gift from my students, they brought some bread, jam, butter and milk to meke toasted bread. I was surprised and asked them why they brought all of those stuff. They reminded me that that was the mother’s day. They greeted me” Happy mother’s day, Mam!” and shake may hand firmly. “These bread are for you!”

I was very happy that day. I said in my heart;”O..my students I love you very much. I don’t want to leave you! I hope I will keep being here with you and becoming your Mom!”

That day I felt that my school has become my home, and my students has become my children. O. God please make my students good moms in the future! Amin

Pe En Es

“Wah, selamat ya!”, kudengar ucapan itu bersahut-sahutan, silih berganti dari mulut teman-temanku, wali murid dan hampir semua orang yang kukenal. Yap, hari itu tanggal 16 Desember aku barusan datang dari pulang dari perjalananku de Surabaya dan baru sampai di rumah jam 12.30 pagi! D iantara rasa kantuk dan capek kucoba terus tersenyum dan ceria di depan mereka.”Wah, selamat ya ketrima CPNS!”. Kusambut uluran tangan mereka dan kubalas dengan senyum terindahku.

Sebenarnya saya  sudah mendapatkan berita itu ketika aku masih dalam perjalanan menuju Surabaya, namun karena hanya via sms, saya belum percaya betul. Konsentrasiku tetap pada acara KPI yang akan aku ikuti……sampai aku pulang pukul 12.30 dini hari.

Namun, akhirnya saya penasaran juga. Iseng-iseng saya dan suami muter-muter kota Tulungagung dini hari itu juga tuk mencari koran pagi itu, namun….hasilnya nihil. Saya tetap belum percaya!

Akhirnya, seberkas koran yang sudah agak lusuh tertanggal 15 Desember 2008 sampai juga ke tanganku. Kumainkan jari manisku mencari namaku di lembar pengumuman seleksi CPNS itu….dan…ternyata benar namaku tercantum sebagai salah satu yang dipanggil untuk pemberkasan!

CPNS, yah kata itu begitu mewakili harapan beribu-ribu bahkan berjuta banyak orang di negara ini. Dan aku telah membuktikannya. Di Tulungagung saja ada sekitar 9526 pendaftar dan sekitar 8000 yang mengikuti tesnya. Sedang yang diterima hanya 300 an orang saja.

Dan…….ternyata Alloh menghendaki aku termasuk diantara ke 300 an orang itu.  Senang, haru, rasa ingin tahu dan tertantang bercampur aduk dalam pikiran dan perasaanku.  Mengapa demikian?

Selama 12 tahun terakhir ini saya berkiprah di dunia pendidikan yang bernafaskan Islam, yang homogen kata orang. Nuansa Islami begitu kentalnya! Aroma dakwah untuk Li i’la kalimatillah “meninggikan kalimat Alloh” secara eksplisit mewarnai kegiatan belajar mengajarku. Lantunan ayat-ayat Quran setiap hari terucap bersama murid-muridku.Rujukan dalil-dalil naqli senantiasa menjadi sandaran pemecahan masalah di sekolah dalam menasihati anak-anakku.

Namun, di hari-hari esok saya harus berani merambah medan dakwah yang lebih heterogen, berinteraksi dengan lebih banyak manusia dengan beragam visi dan misi hidup. Dan meninggalkan “zona nyaman” itu.

Dalam hati aku merasa berat meninggalkan sekolahku, namun seorang teman membesarkan hatiku. “Saudaraku, ini akan menjadi ladang dakwah baru bagi njenengan, berapa ratus, ribu bahkan jutaan generasi Muslim yang menimba ilmu di sekolah-sekolah negeri! Siapa yang akan mewarnai mereka? Cukupkah 2 jam pelajaran agama bagi mereka tanpa ada “contoh-contoh hidup” di sekitar mereka dalam mengamalkan Al Islam? Alloh telah memilih Antum mengembangkan dakwah bagi mereka!”

Dorongan tadi membuatku merenung. Memang jauh yang dipikirkan banyak orang, bahwa formasi PNS hanya dipandang dari segi peningkatan kesejahteraan secara finansial saja. Padahal sebagai seorang Muslim kusadari setiap langkah dalam hidup harus dilandasi dengan motivasi yang tulus, niat yang lurus dan ikhlas. Termasuk ikhtiarku mengikuti “perhelatan” Nasional itu.

Memang dengan diterima CPNS mungkin kesejahteraan seseorang akan bertambah, namun sebagai seorang Muslim kita harus yakin bahwa rizki yang kita terima bukanlah dari hasil kerja kita namun pemberian dan amanah dari Alloh yang telah ditentukan kadarnya olehNya.

 “Wamaa min daaabbatin fil ardzi illa ‘alalloohi rizquha“..  

 Jadi di mana pun kita berkiprah dalam dakwah lewat dunia pendidikan ini hanyalah sebagai wasilah datangnya rizqi sebagai sebuah jalur ikhtiar yang akan dinilai Alloh derajat usaha kita dalam menjemput pemberianNya.

Jadi manusia hanya berkewajiban untuk berikhtiar mencoba mencari jalan bertemunya rizqi yang terbaik baginya, namun, takdir Alloh jua yang akan berlaku.

Kupikirkan lagi rencana langkahku ke depan menjemput lahan dakwahku menyambut wajah-wajah baru, anak-anakku, generasi penerus umat di sekolah negeri yang hanya menndapat jatah 2 jam pelajaran Al Islam.

In uriidu illal ishlah mastato’tu……..

Semoga keberadaanku akan membawa maslahat bagi generasi ini, amin.

Belajar dari “Mbah Tongah”

Mbah Tongah, demikian Beliau biasa dipanggil. Seorang wanita tua berumur tujuh puluhan tahun. Berbadan kecil dan pendek, namun tangan dan kakinya tampak begitu kuat. Maklum, Beliau adalah seorang tukang pijat di belakang rumahku. Beliau tinggal seorang diri di rumah papannya yang sederhana, karena beberapa tahun yang lalu suaminya telah berpulang  dan Beliau tidak dikaruniai seorang anak pun!

Namun, dalam kesendiriannya, Beliau tampak tegar dan ikhlas menjalani hidup. Denga memberikan jasa pijat Beliau mampu menyambung hidupnya. Ada beberapa pelajaran yang memaksa saya bermuhasabah melihat sosok wanita “hebat” ini.

Mungkin Anda bertanya,”apa sih hebatnya seorang tukang pijat?”

Setiap pagi antara jam 2 dini hari, beliau sudah mandi dan langsung mengawali harinya dengan melakukan sholat tahajud dan dirangkai dengan wirid-wiridnya hingga saatnya Adzan Shubuh Beliau langsung berlali dengan tubuh mungilnya untuk menuju masjid berjamaah shubuh.

Kemudian, sebelum Beliau berangkat “dinas”, pasti Beliau sempatkan untuk melaksanakan sholat sunnah Dzuha, “Ben, berkah,Nduk!” kata Beliau suatu hari kepada saya. Wuih…sungguh istiqomahnya!

Satu hal lain yang saya harus belajar dari Beliau adalah kebiasaannya berinfaq membagikan masakannya kepada hampir semua tetangga di kanan-kiriku, yang kadang-kadang membuatku sungkan menerimanya!

Lain lagi ceritanya di hari Idul Adha yang lalu, dengan semangat saya bergegas membawakan sebungkus daging korban dari sekolah yang sebelum kuberikan untung sempat kubuka, karena dagingnya cuma sedikit dan lebih banyak tulangnya! Ketika kuberikan bingkisan itu Beliau langsung menghadiahiku semangkung gulai yang masih “kebul-kebu” yang langsung diambil dari panci yang masih di atas kompor, sambil berkata:”Nduk, iki tak wenehi masakanku, aku mau korban!”

Deg!Terhenyak aku mendengarnya, lalu aku bertanya;”Korban,Mbah?””He..eh!”; jawab Beliau. Kulanjutkan menyelidik;” Regine pinten,Mbah, kambinge?”(berapa harga kambingnya,Mbah?)

“Wolung atus seket ewu!”(delapan ratus limapuluh ribu), kata Beliau!

Subhanalloh,aku terdiam sejenak! Lalu kuucap tasbih dan istighfar. Tasbih karena aku kagum dengan kesungguhan dan keikhlasan Bu Tongah dalam semangatnya berkorban. Bayangkan, berapa puluh kali memijat agar Beliau bisa membeli seekor kambing untuk berkorban? Kurang lebih 80 kali memijat, bila kita perkirakan!

Lalu kubandingkan dengan diriku sendiri! Mengapa aku belum bisa berkorban tahun ini? Padahal kalau aku punya sidqunniyyah, niat yang kokoh, pasti bisa kusisihkan uang untuk berkorban. Yah, masih lebih banyak yang lebih kudahulukan, kebutuhan untuk anak-anakku, untuk inilah, itu lah…….. Baca lebih lanjut

Hikmah-hikmah yang Terserak dari Coffey

Beberapa hari yang lalu saya beruntung mendapat kesempatan mengikuti pelatihan Seven Habits of Highly Effective People yang diselenggarakan oleh KPI. Disamping pematerinya yang cukup “nyentrik”, nyentrik karena Beliau seorang ibu berusia 46 tahun yang biasa berbahasa “gaul” ala para pemain sinetron, namun apa yang Beliau sampaikan lebih menarik perhatian saya dan memaksa saya untuk merenung.

Saya baru tahu bahwa nilai-nilai yang disajikan oleh sang pendeta Steven Coffey ternyata adalah “mutiara-mutiara ajaran Islam” yang dikemas ulang oleh sang penulis. Coba kita telaah beberapa poin dari tulisannya tersebut:

Coffey menekankan bahwa seseorang yang akan berhasil menjadi seorang pemimpin adalah sesosok pribadi yang dapat dipercaya sehingga dalam hubungannya dengan orang lain(antar pribadi) ia akan mendapatkan kepercayaan. Bila seseorang sudah mendapatkan kepercayaan dari orang-orang di sekitarnya maka ia akan mampu memberdayakan lingkungannya dengan memainkan peran manajerialnya sehingga akan tercipta sebuah keselarasan.

Bukankah prinsip bisa dipercaya ini merupakan cikal-bakal kenabian Rosululloh? Bukankah Al Amin adalah gelar pertama Rosululloh sebelum gelar kenabian itu dianugerahkan Alloh pada Beliau?

Selanjutnya pada bagian Emotional Bank Account( Rekening Bank Emosi ) saya simpulkan bahwa haruslah seseorang itu menebar kebaikan sebanyak-banyaknya karena kebaikan itu akan kembali pada dirinya sendiri.

Coba ingat firman Alloh: Wa man yasykur fa innamaa yasykuru li nafsik. Barang siapa yang bersyukur maka sebenarnya ia telah bersyukur untuk dirinya sendiri. Alloh juga berfirman dalam banyak ayat:”Walloohu yuhibbul mukhsiniin” Alloh mencintai orang-orang yang berbuat baik!

Pada prinsip-prinsip yang lain Coffey menekankah ajaran tentang bersifat proaktif untuk memperbesar pengaruh kebaikan kita kepada lingkungan kita. Akan lebih sulit bagi kita mengubah orang lain seperti yang kita inginkan, namun akan lebih mudah bila kita memperbesar pengaruh kita kepada mereka. Kita harus berfungsi seperti magnet yang mampu mempengaruhi orang lain untuk menjadi lebih baik.

Saya jadi teringat prinsip tauladan yang diajarkan Junjungan kita SAW. Ibda’ binnafsik! Mulailah dari dirimu sendiri. Kemudian pada hadits yang lain Beliau bersabda yang artinya : Barangsiapa mengawali sebuah kebaikan, maka ia akan memperoleh pahala sebanding dengan pahala orang lain yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala orang yang melakukannya!”

Pada bagian yang lain Coffey mengangkat pentingnya kita mendahulukan sesuatu yang lebih utama. Ingatkah Anda dengan fiqh auilawiyat dalam ajaran Islam? Kita dituntut untuk mendahulukan yang lebih utama dan meninggalkan yang tidak bermanfaat. Bahkan dalam beberapa haditsa Rasululloh memnandai kesempurnaan seseorang dengan kemampuannya meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat: “Min khusnil islaami mar’i tarkuhu maa laa ya’nih”.

Pada bagian “Memulai dari tujuan akhir” ditekankan bahwa segala sesuatu tindakan kita harus selalu mengaca pada tujuan akhir kita. Prinsip “see-do-get” mengajak kita untuk meninjau cita-cita ,tujuan, keinginan kita, menentukan langkah yang ditempuh untuk mencapainya agar kita mendapatkan hasil yang kita harapkan. Seorang yang selalu melihat tujuan akhirnya akan lebih selektif memilih langkah-langkah yang ditempunya, memilah-milah mana yang kan menyamapaikannya ke tujuan akhir, ataukah malah menghambat tujuan akhirnya?

Seorang Muslim yang memahami tujuan akhir hidupnya seperti dalam QS. Adz Dzariyaat 56: “Dan tidaklah Aku (Alloh) ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu!, tentunya kan berrhati-hati dalam hidupnya. Berusaha menjalani hidup sesuai jalan yang akan menghantarkannya menjadi Hamba Alloh tersebut.

Prinsip yang lain adalah “Berpikirlah untuk sama-sama menang!” Filosofinya adalah dalam menghadapi setiap masalah kita harus mencari solusi terbaik yang akan membawa kebaikan bagi semua orang, mengesampingkan keegoan pribadi dan berpikir untuk kemaslahatan bersama. Tahukah Anda bahwa salah satu kaidah Islam yang ada adlah berusaha memperbanyak kemanfaatan dari setiap hal dan menghilangkan kemafgsadatan (keburukan) darinya?

Nah, pada prinsip terakhir Coffey mengajak para pembacanya untuk selalu “Mengasah gergaji mereka masing-masing”. Maksudnya kita tidak boleh merasa cukup dengan apa yang sudah kita kuasai dan  miliki sekarang. Kita harus semakin baik dan baik dari hari ke hari. Keilmuan kita harus terus bertambah. Bila saya menghayati pesan ini, kembali say teringat hadits Rosul” Orang yang beruntung adalah yang lebih baik dari kemarin. Orang yang rugi adalah  yang hari ini sama dengan kemarin. Dan orang yang celaka adalah yang hari ini lebih buruk dari kemarin!”

Demikianlah, saya tercenung dan bergumam,”Subhanalloh!” Maha suci Alloh yang telah meridzoi agama sempurna ini sebagi pilihanNya untuk seluruh umat manusia! Memang hikmah-hikmah yang terserak di manapun adalah hak setipa Muslim untuk mengambilnya, termasuk dari sang pendeta Coffey!

Wallohu a’lam!

Catatan kecil seorang guru

Di suatu siang yang cukup panas, ketika tenaga kami para guru sudah cukup terkuras dengan jam mengajar yang padat. Tiba-tiba kantor kami dhebohkan dengan beberapa “temuan” yang cukup mengejutkan kami. Apa sich temuan -temuan tersebut?

Seperti biasanya kami memeriksa beberapa HP para siswa yang mereka bawa ke sekolah. Memang di sekolah kami semua siswa yang membawa HP harus dengan suka rela mengikhlaskan untuk sewaktu-waktu di”lihat” oleh para guru. Siang itu kami menemukan beberapa foto para siswi yang “open!” Terperanjat kami dibuatnya!

Maklum biasanya kami melihat wajah-wajah mereka rapi terbalut jilbab. Butuh beberapa menit bagi kami untuk meyakinkan bahwa yang nongol di HP itu adalah wajah-wajah polos mereka. Bagi saya, persoalan ini cukup membuat saya tidak bisa memejamkan mata beberapa malam ini. Saya merenung, betapa banyak waktu yang telah kita curahkan bagi mereka untuk mengenalkan mereka pada hukum-hukum Robb-nya! Betapa banyak dalil-dalil Al Qur’an yang telah mereka ketahui tentang kitab suci mereka!

Namun, akhirnya saya sadari bahwa keberhasilan dakwah lewat dunia pendidikan ini bukan merupakan tugas pribadi! Tetapi keberhasilannya memerlukan banyak tangan-tangan yangharus ikut andil menyuburkan dan mengokohkan dakwah itu sendiri.

Saya sadari bahwa semua guru harus saling merapatkan barisan dalam mengintegrasikan nilai-nilai Al Qur’an dan Sunnah dalam semua mata pelajaran yang diamanahkan kepada mereka. Sehingga, para sisiwa akan terkondisikan pada nilai yang harus mereka praktikkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang muslim. Yang perlu diingat juga adalah perlunya kita para guru memakai “bahasa” yang tepat ketika mengkomunikasikan nilai-nilai keislaman pada merka. Manfaat di balik semua perintah Alloh dan mudzorot di balik semua laranganNya haruslah kita sampaikan dengan terbuka dan logis. Kita harus menghindari indoktrinasi tanpa keterbukaan dan diskusi yang hangat dengan mereka.

Saya sadari bahwa peran orang tua dalam mengharmonikan nilai-nilai yang ditanamkan di rumah amat sangatlah penting. Ketika orang tua mempunyai standar nilai yang berbeda dari yang ditanamkan di sekolah, maka jangan salahkan mereka jika mereka menjadi sosok yang berkepribadian ganda. Merka akan mampu mencari celah-celah jalan untuk” mempermainkan” nilai-nilai yang mereka terima, seperti contoh kasus yang kami temui di atas!

Saya sadari bahwa kami guru, para pendidik ini ,para pendakwah ini hanyalah sebagai pemberi peringatan dan pemberi nasihat yang tidak boleh pantang menyerah dan harus terus menyampaikan nilai-nilai/hukum-hukum Alloh semampu kami.

In ajriya illa ‘alalloh

in uriidu ilal ishlah mastato’tu

Tidaklah kami berkeinginan kecuali mencari balasan dari Alloh dan mengadakan perbaikan sesuai kemampuan kami!

Saya sadari akhirnya, banyak faktor yang saling mempengaruhi anak-anak kami, keluarga, teman, media massa yang seolah saling berebut pengaruh membentuk watak dan keppribadian mereka dengan nilai-nilai yang sering bertentangan dengan kitabulloh dan sunnaturrosul. Namun, hidahNya jua yang akan berbicara. Iman adalah mutiara yang tidak bisa diwariskan kepada siapa pun!

Wallohu a’lam bis showaab.

Ujian Nasional=Kebohongan Massal Nasional?

Seorang murid menyentak perhatian saya ketika di tengah-tengah “nasihat” saya kepada mereka untuk lebih giat belajar mengahadapi UAN dengan menyeletuk;” Ah, nanti kan bisa mengandalkan bocoran,Bu!”

Deg !! Bergetar dan kaget saya dibuatnya! Termenung , kuhela nafas panjang dan kucoba counter pemikiran “nakal” muridku itu. Saya katakan pada mereka jika memang hanya sebuah nilai yang tertulis bernama nilai UNAS yang mereka inginkan, mengapa mereka harus berlelah-lelah belajar, bahkan berlomba-lomba mengikuti les privat atau bimbingan di berbagai LBB? Semua sia-sia kan? Tinggal siapkan saja jurus “ngrepek” alias nyontek yang sekarang semakin canggih dengan berbagai sarana seperti HP!

Salahkah “celetukan” murid saya tadi? Hanya sebatas guarauankah? Atau benar-benar pemikirannya yang terbersit dalam hati dan ingin ia lakukan sebagai “shortcut” jalan pintas dalam mengerjakan soal-soal UNASnya besok?

Teringat aku akan “rahasia besar” dunia pendidikan kita. Betapa banyak kisah kecurangan pelaksanaan UNAS yang tidak hanya dilakukan oleh siswa, para oknum guru, tetapi juga kecurangan massal yang dilembagakan dan di “SK-kan” oleh para pengawas UNAS dari DIKNAS di daerah-daerah atas instruksi para petingginya?

Saya banyak mendapat kisah”nyata” cara-cara haram seperti itu dari para pelaku pendidikan itu sendiri. Sebagai contoh ada sebuah sekolah yang memberikan bocoran kepada para muridnya dengan menggunakan kode bunyi pengeras suaranya, membolehkan para siswa membawa hp untuk mencontek jawaban, menyebar anak-anak “pintar” pada mata pelajaran tertentu pada posisi duduk yang memudahkan teman-temannya mengakses jawaban, hingga para pengawas itu sendiri yang mendiktekan kunci jawaban beberapa menit sebelum UNAS selesai kepada para peserta.

Astaghfirulloh! Pembodohan macam apa yang sedang terjadi di dunia pendidikan kita ini? Mengapa para siswa yang biasa kita didik untuk berlaku jujur melalui pelajaran PKN, Agama, Budi Pekerti dan juga melalui prinsip integrasi IMTAK-IPTEk menurut kurikulum pada semua mata pelajaran lainnya, dalam hitungan hari kita “racuni” mereka dengan “pelajaran kecurangan , kebohongan, ketidakpercayaan pada diri sendiri? Mengapa kita ajari mereka untuk menjadi para “pencuri”? Mengapa pondasi kejujuran , kebenaran dan kepercayaan diri ini bersama-sama dihancurkan sendiri oleh para pendidik itu sendiri?

Bukankah ini akan menyebabkan kebingungan psikologis pada diri para siswa? Bukankah mereka akan terus hidup dalam dua nilai yang saling bertentangan? Bukan berarti mereka kita didik untuk menentang hati nurani mereka? Bukankah dengan jalan ini mereka akan melihat sosok para guru mereka sebagai sosok yang “licik”? Lantas, kemana perginya nilai-nilai kependidikan kita? Hanya untuk selembar kertas bertuliskan nilai UNAS?

Tidakkah terbayang betapa besar kerugian bangsa ini bila praktek-ptaktek kecurangan seperti ini terus-menerus berlangsung tanpa ada upaya serius untuk mengubahnya?

Bila kita mencermati masalah ini kita akan melihat bahwa akar permasalahannya adalah kebihjakan bahwa nilai UNAS dipakai sebagai barometer kelulusan seorang siswa, kredibilitas sebuah sekolah, iebih jauh lagi kualitas pendidikan di sebuah kabupaten bahkan propinsi! Sehingga muncul ketakutan-ketakutan dari kalangan pelaku pendidikan bila mereka dikatakan “gagal” menjalankan proses pembelajaran dan pendidikan pada umumnya.

Memang benar, UNAS bisa menjadi salah satu instrumen pengukuran kualitas pendidkan secara nasional yang efisien, namun mengingat sifatnya yang hanya mencakup beberapa mata pelajran tertentu dan lebih bersifat tertulis dengan option jawaban tertutup(multiple choices) maka pasti tidak akan bisa mengukur kualitas kompetensi semua mata pelajaran! Belum lagi kesamaan jenis soal yang cenderung disamaratakan untuk semua daerah dengan latar belakang sosial ekonomi yang bervariasi.

Dengan demikian, alangkah bijaknya jika UNAS dipakai sebagai salah satu input bagi pemerintah untuk memantau mutu kualitas pendidikan, namun tidak seyogyanya digunakan untuk “menghakimi” kelulusan siswa. Terlebih lagi mengingat wacana peandidikan terkini yang menggunakan pendekatan Multiple Intellegences (kecerdasan Jamak), bahwa masing-masing individu siswa mempunyai keceredsasan spesifik yang unik yang tidak dapat disamaratakan, maka konsep kelulusan yang hanya mengandalkan nilai tertulis untuk beberapa mata pelajaran ini tak elak lagi harus ditinjau ulang. Belum lagi munculnya “hegemoni’ mata pelajaran-mata pelajran UNAS yang dianggap lebih penting untuk dipelajari, menyebabkan anak salah konsepsi tentang ilmu. Bukankah semua ilmu yang bermanfaat penting untuk dipeljari demi menunjang kehidupan mereka kelak?

Nah, lho. jadi gimana dong? Masihkah kita harus mendewa-dewakan nilai UNAS? Haruskah kita mengorbankan strategi belajar dan mengajar yang inovatif, variatif, mengoptimalkan kompetensi riil anak, dengan drilling soal-soal untuk mempersiapkan mereka mengikuti “Ujian Kebohongan Nasional?”

Wallhu a’lam Bis Showaab.

Again, terrorism!(what do you think of it?)

Terrorism! Outch! You know that this term has been so popular since September 11″s Bali blast! From this tragic disaster, then, appeared the other new term: Terrorism in Islam. As you heard from the news that it were some Muslim activists who were accused as the ones who were involved on the blast. Soon, some “Islamic” names became very famous, like: Amrozi, Imam Samudra, Ali Imron, Hambali and other new ones.

And, this issue seems going on and on. Under the umberella of Dansus 88 specific brigade the capturing of those “so called Islamic terrorists” get vigourously done. We can watch on TV that every terrorism news will always be “decorated” with the appearances of long-veiled women being interviewed, Islamic names mentioned and the “manuals” for making bombs to do “Jihad”.

What do you think of this kind of news? Do you really believe in it? Let’s share our opinions!

As a Muslimah (a Muslim woman) I do wear my long veil. To tell you the truth sometimes I feel so annoyed on hearing such news. Why? Because I think that this kind of news has been presented on mass media so bombastic without any balancing information of the issue. Can you notice how much fair news or life debate shows presented on those stations?

I believe if TV stations are eager to present the news in a fair way, may be by interviewing various information sources, I think this issue will be better understandable by our citizen. Have you ever watched the hystory of terrorism, for example? Have ever known the reason of why those so called Islamic terrorists doing those bombing?In short, have we ever tried to understand this case in a thorough point of view?

I do disagree with this kind of brutal actions! I do because I am a Nuslim. I do know that my rekigion never teaches his followers to kill innocent or civil people. My religion do permit its followers to kill the enemies on battles! We must not kill women, old people, children, even cut down trees and break worshipping buildings such as churches, sinagogs, temples etc!

I do know that Jihad in my religion is the word which is very saccred and noble. Jihad is dedicated to get tortured people free. Wars are only permitted when Muslims are being attacked by enemies. And if the enemies do offer peace ,then, Muslim must stop the wars!

I do know, that in Surah Al Insaan, Alloh teaches us to give captives/prisoners good food like what we eat, and should treat them politely! I do know that my Prophet teaches me to shelter and keep other religious believers well if they want to hold the peace agreements!

So, why are all these truths hidden? Why are most of terrorism actions related to Islam?

I think, there is a very” powerful side” which has something to do with this issue! They try to burn God’s light down! They want to hide the truths by which they will be able to lengthen their imperium on the world!

But, I believe that by thinking logically we will find any falacies from the news. I do not deny that may be Amrozi c.s. are controlled by such a secret and hidden movement which remote their actions. This secret and hidden movement has been made use of Amrozi and friends’s Jihad spirit to do those bombings. Can you estimate how big and powerful the bomb exploded on the Bali blast? Could Amrozi and his gang make it by themselves? Have you even known that there were thousands of specific people were not on their offices during the WTC bombing? Why were they safe from that disaster? From whom did they know the bomning plan? Who are they actually? Wallohu a’lam? Only God knows.

I just want to share what I have been feeling to you! I know that I should not have felt so annoyed, because I do know what Islam teaches me! I should have let this issue pass away from my mind for I do know that this case is just ” a carefully and neatly designed globalgame”! But, deeply in my heart I know that a Muslim should not make enemies but if they are facing the enemies they must not run. They must face it and should show the truth! May my anxiety becomes a sign that I do love my God and His Prophet! Amin.

Wa maa arsalnaaka illaa rohmatan lil “aalamiin! Indeed, we do send you Muhammad (as a messenger)to human race as a blessing for the universe!

Wallohu a’lam bis showaab.

When a teacher should fight againts “4F and 4S”

Recently I feel so annoyed by my students’ behaviour. I feel that from day to day it becomes more and more difficult for most of them to get concentrated on what I teach? As a teacher, I directly ask myself; whether my teaching style is not so interesting for them, or, is the material too “tough” for them?

But, beside those technical things, I realize that now my students are in a very unsupporting atmosphere to be ” good” students. They have to defend theirselves againts so many kind of amusing entertainments! Just look at most of “sinetrons” and relity shows presented on TV stations which always offer them with “passionate and romantic stories”. Those shows inevitably stimulate our generation to think their love affairs better than their duty as students! Moreover, now, most of them have hand phones by which they can communicate” secretly and savely”without being known by others, even by their own parents or teachers!

So, can we know what are being written on their HPs? Can we, as teachers or parents, always monitor what they watch on TV, even what they access through the internet? Most of electronic media now offer 4S and4F programs. They are programs which are related to sex, smoke, sports and songs. And also the other 4F i.e. food, fashion, faith and fun.

What’s wrong with those programs? Those programs tend to make our teenagers forget their real goals, whether the short term or the long ones. They will be busy thinking about their physical performances to attract their opposite sexes, they will memorize more famous love song lyrics rather than their school materials. They will be busy collecting their favourite sport players’ photos, watching their favourite teams, even watching the plays on spot. They also go to big malls to consume junk food because of its prestige!

How much money will also be begged from their parents to equip them with most up to date handphones and motorcycles? And, how much time spent by them in night clubs or cafes just to “hang out”?

O, God! I think, we, teachers, have always been trying our best to educate them. We have been playing our roles not only as teachers but also as motivators, tutors, guides and preachers. And, so far we have been trying to be their mothers and fathers at school who always remind them the straight ways they should choose!

But, I realize that it is not me, as one of teachers, who hold their hearts! It is Alloh who will give his light to any one which he wants. I just pray to God , may they will be good students, and be next good generations. And the other most important things are that I should be more creative in teaching and not bored in facing such challenges. Insya Alloh!

“Wa man ahsanu qoulan illaa man da’a ilalloh!” Who is better than a person who is always ask others to God!”!

Wallohu a’lam bis showaab.